Tuesday, September 25, 2007


Tuhan pun Berpuasa

Siang itu, begitu sepi. Maklum jam makan siang. Semua orang di kantor sudah bertebaran di luar mencari pengganjal perut. Bulan ini belum bulan puasa lho. Bulan dimana hari kemerdekaan terdaftar disitu. Ketika aku kerja praktek di Borneo bersama teman kuliahku. Borneo? ya kalau masih asing, itu sebutan pulau kalimantan dulu. Aku tak tau pasti kapan nama itu berubah manjadi kalimantan.

Siang memang membosankan. Apalagi cuman sendirian. Sudah berpuluh-puluh halaman mayakujelajahi. Kerjaan dari kantor juga belum tuntas. Ahh... ngantuk juga jadinya. Iseng kubuka loker dibawah meja tempatu bekerja. Didalam sana bersemayam beberapa buku yang ku tak tahu empunya. Kuambil saja beberapa buku itu, kupilih-pilih judulnya. "Buat tombo ngantuk" gumamku.

Eh, ternyata ada satu buku yang menarik, menurutku. "Tuhan pun Berpuasa" judulnya. Kumpulan esay dari Emha Ainun Najib. Judul ini agaknya menggelitik telingaku. Yang biasanya berpuasa khan manusia. Ini malah Penciptanya Ah, Emha memang bisa saja. Pintar memikat pikiran orang agar tidak mandeg. Tulisannya selau segar, menyentuh dimensi spiritualitas dan sisi kemanusiaan pembacanya.

Memang, Tuhan setiap saat, setiap detik waktu yang Ia ciptakan, selalu shaum. Selalu menahan diri dari segala sesuatu yang sebenarnya begitu mungkin Ia lakukan. Apa sih yang tidak bisa diwujudkan oleh sesembahan kita dan alam semesta ini. Gunungpun, ketika diminta oleh-Nya untuk memuntahkan isi perutnya, maka dengan segera ia mematuhi-Nya. Langit, ketika Tuhan memerintahkan untuk menurunkan badai besar, dengan sigap ia langsung ia mmatuhi perintah Rabnya. Tidak ada kata sesal dari gunung atau langit. Karena mungkin mereka sudah muak dengan ulah manusia yang seringkali merusak dirinya.

Tapi Tuhan masih berpuasa. Dan selalu berpuasa. Ia terlalu sayang kepada mahkluk-Nya. Rahmat-Nya begitu besar dicurahkan kepada ciptaannya. Senyumnya begitu lembut tak segan-segan ia tampakkan kepada kita mulai dari kita bangun sampai menutup mata kembali.

Yang kurang ajar itu ya kita-kita ini. Selalu menggoda Tuhan yang sedang berpuasa. Padahal segala rizki telah diturunkan-Nya khusus untuk kita yang terlanjur menyanggupi untuk menjadi khalifah di bumi. Kebutuhan yang kita anggap kewajiban itu pun ogah-ogahan kita lakukan. Tuhan juga tidak butuh dengan semua seembahan kita. Tidak mengurangi secuilpun Ke-esaan-Nya. Yang sangat butuh itu kita, sangat butuh tapi sok dibutuhkan. "Tidak apa apa, Toh Tuhan kan Maha Penyayang", kata kita. Tuhan hanya tersenyum mendengarnya.

Coba kalau saya atau anda diganggu waktu puasa. Awalnya mungkin sadar, "oh, saya sedang puasa... harus sabar", terlepas itu motifnya apa. Tapi kalau terlalu sering, ya dongkol juga. Ngedumel sana sini. Marah atau menangis. Coba kalau Tuhan seperti kita. Saya yakin kita sudah tidak ada lagi di dunia-Nya lagi.

Shaum Gusti Allah memang kaffah. Puasa yang ngrahmati. Puasa yang selalu memberikan kasih sayang pada mahkluk-Nya. Puasa yang yang tanpa tendeng aling-aling, bukan karena faktor x atau y. Indahnya kalau kita bisa berpuasa dengan Penyayang kita. Berpuasa ala Tuhan kita. Bersama sama memberikan Rahmatan lil Alamin. Alangkah indahnya dunia ini.

---------------------------------------------

Ruang kantor sudah seperti semula. Satu persatu sudah kembali dengan kesegaran untuk melanjutkan pekerjaannya yang mungkin belum tuntas. "
Eh, lu masih disini jo? nggak makan?" tanya teman sekantorku. "Eh iya, Belum duhuran aku.. tak duhuran dulu!", jawabku sambil ngeloyor keluar. Ah... Untung Tuhan masih berpuasa....

No comments: