Monday, September 24, 2007


Selamat Datang Ramadhan

"Selamat datang bulan Ramadhan, saatnya kembali ke fitrah kemanusiaan kita"
Kata temanku dari makasar, dalam percakapan lewat email. Yang berbeda dari kalimat lain baik yang ada di jalanan, iklan tv, ataupun kartu lebaran adalah sisipan kata fitrah kemanusiaan. Saya pikir, melihat obrolan sebelumnya juga dari pilihan diksi yang dipake, ini anak termasuk aktivis kemanusiaan... (dan memang benar, selain aktif di persma, kabarnya juga aktif di LSM)
Tapi bukan teman saya ini yang akan ku bicarakan, kalimat yang dikirimnya yang membuat aku berpikir ulang, kembali mencoba memaknai kalimat tersebut. Sampai-sampai account friendsterku kuberi komentar kalimat ini, biar ingat dan mengingatkan.

Ramadhan dan fitrah kemanusiaan, sangat lekat menurutku. Setiap bulan Ramadhan setiap infaq di masjid entah itu infaq jum'at atau infaq tarawih jumlahnya meningkat tajam. Orang yang memberi buka di masjid-pu tak terhitug banyaknya (maklum, anggota tetap jama'ah buka bareng di masjid :p). Sampai-sampai tersangka yang menjadi objek kemanusiaan ramadhan, pengemis, juga meningkat tajam. Herannya kenapa di hari-hari biasa selain bulan puasa kok tidak sebanyak di bulan ini? Kemana perginya pengemis karbitan itu di luar bulan penuh hikmah ini? Mungkin karena di bulan ini sisi kemanusiaan orang sudah mulai terbuka, atau karena iming-iming pahala yang berlipat-lipat dari Gusti Allah, sehingga memberika peluang bahwa profesi pengemis menjadi lahan hidup yang menjanjikan (ternyata pengemis juga punya market sense... hee..hee.. nggak Renald Kasali doang!).

Tapi bukan kemanusiaan ini yang saya maknai dalam kalimat itu. Lebih dalam lagi kira-kira. Bukan hanya kita bisa memberikan sebagian harta yang kita miliki pada orang papa dan tak berpunya, tapi lebih kepada semangat perubahan kemanusiaan. Kalau di gerakan (didapat di pelatihan ini dan itu) fenomena awal yang saya gambarkan tadi masuk dalam fase carity. Dimana bentuk kemanusiaan yang dibangun hanya sebatas memberikan sesuatu kepada orang lain, tanpa proses yang lebih lanjut. Untuk menunjukkan kepedulian kita kepada orang lain (masyarakat marjinal kata kawan-kawan di kampus, lidahku tiba-tiba kelu menyebutkan kata itu). Di layar kaca, sudah terlalu banyak model kemanusiaan ini dicontohkan oleh artis. Lumayan, jadi referensi, public figur ternyata tidak hanya bisa kawin cerai, tetapi juga bisa bersedekah.. hee..hee... (efek terlalu banyak infotaintment yang ditayangkan, hanya Metro TV dan TVRI yang belum tergiur sama rating-nya infotaintment).

Mulai fase development-lah Bulan Ramadhan ini menjadi titik tolak kita berkemanusiaan. Karena fitrah kemanusiaan ada di sini. Fitrah bersosial dan menjadi bagian dari masyarakat. Cukup banyak teori yang menyebutkan fitrah ini, tidak hanya sifat yang homo homini lupus saja. Hanya saja rasa kemanusiaan itu seperti cermin (duiillleee.. kaya ustad aja), awalnya bening, tapi karena terlalu banyak aktivitas individu yang menyibukkan kita, lama-kelamaan akan noda hitam akan menempel pada cermin tersebut. Sehingga tidak dapat kita bercermin kembali. Kalau tidak cepat-cepat kita bersihkan, maka akan tertutup semua cermin kemanusiaan itu.

Fase pengembangan sosial ini yang harus kita budayakan, baik secara semangat maupun secara praktis. Jadi tidak hanya menambah jumlah pengemis karena kedermawanan kita, tetapi juga mulai berpikir bagaimana mengurangi jumlah penyakit Ramadhan ini. Contohlah negeri cina yang masyarakatnya punya rasa harga diri yang tinggi, meskipun profesinya tidak setinggi harga dirinya (habis baca tulisannya Dahlan Iskan, "Kaya Bermanfaat, Miskin Bermatabat").

Tapi memang bulan Ramadhan tepat sekali dibilang bulan penuh peningkatan. Selain peningkatan jiwa spiritualitas kita, juga peningkatan jumlah pengemis, peningkatan harga sembako, peningkatan penggunaan sarana transportasi, dan peningkatan-peningkatan lainnya. Fantastis!

No comments: