Monday, September 24, 2007


Nithili Ganjaran Poso


Puasa disela-sela aktivitas kuliah di kampus ITS, cukup banyak godaan yang hadir. Bukan karena tugas kuliah yang seabrek. Bukan pula panasnya Surabaya yang membuat kering tenggorokan dan ubun-ubun. Tetapi karena posisi kampusku berada di daerah "strategis", di dekat kampus Teknik Industri (TI) yang konon menurut mitos jaman dulu (duh mitos..), tempatnya bidadari bersemayam. Godaan ini yang membuat aku betah berlama-lama di lab dan jarang bergentayangan di kampus. Kalau ada kuliah baru mencoba menerobos kerumunan kaum hawa. Duh sulitnya.

Bayangkan di ketika menunggu jam masuk kuliah, duduk-duduk di bangku dekat tangga, sejauh mata memandang (kebetulan bangku yang kududuki menghadap kampus TI), yang tampak kebanyakan mahasiswi TI. Kebanyakan memakai Kaos dan jins ketat, kadang juga ada di kepalanya juga disisipi dengan kerudung, ketat juga. Ketat disini berarti tidak longgar. Tapi bukan berarti terlalu ketat. Ketat yang agak wajar (berarti ada ketat yang gak wajar.. hee..he..).
Ngomong-ngomong soal ketat, dulu waktu SMA awal-awal, aku gak habis pikir, kenapa anak cewek mengenakan baju ketat, dengan menunjukkan lekuk tubuhnya. Apa memang sengaja ditonjolkan dan digunakan untuk konsumsi umum (gak ada pilihan kata lain, maaf). Tapi sekarang seiring berjalannya usia, hal itu sudah kuanggab wajar, meskipun jawabannya hanya kureka-reka. Mungkin mereka ingin menunujukkan eksistensi dirinya. Mungkin lho. Atau karena mengikuti trend mode, biar tidak dianggab kuno. Soalnya dulu waktu kakak perempuanku masih SD, masih trend itu kaos longgar. Jaman memang berubah. Mungkin pertumbuhan penduduk bumi tidak dibarengi dengan peningkatan jumlah kapas. Dan para pemodal mengakali kekurangan ini dengan membuat trend pakaian modern, baju ketat. Selain megurangi biaya produksi, biaya pomosi produk juga lebih gampang, dengan memanfaatkan tubuh perempuan. Ini cuman silogisme pendekku.

Melihat pemandangan ini, jadi ingat waktu semester kemarin waktu ikut training komunikasi, Kalau orang laki-laki sebagian besar otaknya dipenuhi dengan seks, sedangkan orang perempuan dipenuhi dengan shopping. Dulu kubantah hipotesa itu, tapi sekarang baru merasakan kalau pernyataan itu ada benarnya.

Aku tidak menyalahkan mereka yang berpakaian seperti itu, itu hak pribadi mereka. Mau pake tangtop atau sampe bercadar, itu urusan mereka. Tapi hanya menyalahkan pikiranku yang tidak mau diajak berpuasa. Puasa otak ternyata lebih sulit ketimbang puasa perut. Puasa otak lebih memeras konsentrasi.

Tapi tetap saja Alhamdulillah, di kampusku tidak sampai seperti cewek-cewek di mall-mall yang digambarkan Leak Koestiya (tulisan di Jawa Pos, lupa aku judulnya), yang cuman pake tanktop, dan jins yang sengaja agak diurunkan kebawah sampai kelihatan (maaf) dalemannya. Kalau udah begitu, gak tau lagi aku bisa puasa atau tidak.

Aku sempat berpikir, adakah relasi antara besarnya biaya kuliah dengan cara berpakaian mahasiswanya? Soalnya menurut salah seorang sahabat, yang dulu juga mahasiswa angkatan 1996, dulu di kampus jarang sekali mahasiswa, terutama yang mahasiswinya berpakaian agak "mencolok". Kalaupun ada yang mencolokpun sudah di gojlok habis-habisan dan kebanyakan tidak tahan dengan gojlokan itu.

***************

Pulang dari terawih, bersama seorang sahabat naik motor pelan-pelan. Maklum di gang yang agak sempit. Di arah yang berlawanan dari kami, ada beberapa cewek berjalan mendekati arah kami. Mungkin mereka habis membeli makanan entah buat tambahan berbuka, atau buat sahur. Pakaiannya sama seperti yang kugambarkan diawal tulisanku. Tidak akan kudeskripsikan lagi. Tiba-tiba temanku iku nyeletuk, "wah, yo iki seng nithili ganjarane poso!"

No comments: